Beranda | Artikel
Mengenal Ruh
Jumat, 11 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Haidar As-Sundawy

Mengenal Ruh merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad yang disampaikan oleh Ustadz Abu Haidar As-Sundawy. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 23 Al-Muharram 1442 H / 11 September 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Kematian Sebuah Kepastian

Kajian Tentang Mengenal Ruh

Kemarin kita sudah membahas kematian, berpisahnya ruh dari jasad. Dan kematian adalah awal menuju gerbang akhirat. Makanya kematian dibahas oleh para ulama di dalam Bab beriman kepada hari akhir.

Berbicara tentang kematian, kita tidak bisa lepas dari berbicara tentang ruh. Karena mati itu -seperti yang sudah kita jelaskan- memenuhi empat kriteria, yaitu:

  1. Keluarnya ruh dari badan.
  2. Terputusnya hubungan ruh dengan badan, tidak ada hubungan. Kalau masih ada hubungan, berati belum mati, mungkin tidur, mungkin pingsan atau  yang sejenisnya,
  3. Berubah, kondisi badan berubah dan ruh juga berubah. Badan sehari dua hari busuk, bau, kaku, tidak bisa lagi digerakkan.
  4. Berpindah dari satu alam ke alam lain, dari alam dunia ke alam barzakh.

Jadi, ruh adalah sesuatu yang menempati badan kita selama kita masih hidup.

Apakah itu ruh?

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam Majmu’ Al-Fatawa:

ومذهب الصحابة والتابعين لهم بإحسان وسائر سلف الأمة وأئمة السنة أن الروح عين قائمة بنفسها، تفارق البدن، وتنعم، وتعذب، ليست هي البدن، ولا جزء من أجزائه

“Madzhab para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan kebaikan, madzhab seluruh ulama-ulama salaful ummah dan imam-imam Ahlus Sunnah menyatakan bahwa ruh itu materi yang berdiri sendiri, terpisah dari badan, dia juga mengalami nikmat, bahagia, ataupun menderita. Ruh ini ini bukanlah badan dan bukan salah satu bagian dari badan.”

Hal ini ditekankan juga oleh Imam Ahmad dan imam-imam lainnya di kalangan ulama-ulama Ahlus Sunnah dan sahabat-sahabat Imam Ahmad, tidak ada seorangpun yang ikhtilaf di kalangan mereka tentang hal itu.

Dalam bab lain, berkata juga Syaikhul Islam:

والصواب أنها ليست مركبة من الجواهر الفردة، ولا من المادة والصورة، ولست من جنس الأجسام المتميزات المشهودة المعهودة…

“Yang benar, bahwa ruh itu tidaklah tersusun dari beberapa materi-materi yang terpisah-pisah yang bercampur. Bukan termasuk jenis jasad yang tersaksikan, tapi memiliki beberapa sifat yan gumumnya dimiliki oleh makhluk. Dia naik, dia juga turun, ruh juga keluar dari badan. Sebagaimana diterangkan hal itu di dalam nash-nash hadits yang shahih.

Kalau ada yang bertanya: Dimana tempat ruh di dalam jasad?

Maka jawabannya adalah ruh tidak menempati tempat khusus di dalam jasad, tapi ruh ini menjalar atau mengalir di seluruh jasad sebagaimana mengalir atau menjalarnya kehidupan di dalam jasad memenuhi seluruh bagian dari jasad. Karena yang namanya hidup disyariatkan dengan adanya ruh. Selama ruh itu ada dalam jasad, selama itu pula kehidupan ada di dalam jasad itu. Dan ketika ruh ini berpisah dari jasad, maka tidak ada lagi kehidupan di dalam jasad tersebut.”

Itulah penjelasan yang memang ringkas karena informasi tentang ruh dari Allah ‘Azza wa Jalla juga amat sangat sedikit. Sebagaimana firman Allah:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾

Mereka bertanya kepada kamu tentang ruh. Jawab: ‘Ruh itu termasuk urusan Rabbku dan kalian tidak diberikan ilmu tentang ruh ini kecuali hanya sedikit saja.’” (QS. Al-Isra`[17]: 85)

Tapi yang jelas ruh itu adalah makhluk. Ruh bukan bagian dari dzat ataupun sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan bagian dari diri Allah ‘Azza wa Jalla, tapi makhluk yang Allah ciptakan.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, masih dalam Majmu’ Al-Fatawanya:

ورح الآدمي مبدعة باتفاق سلف الأمة وأئمتها وسائر أهل السنة، وقد حكى إجماع العلماء على أنها مخلوقة غير واحد من أئمة المسلمين

“Ruh manusia adalah makhluk yang diciptakan, yang diadakan. Ini berdasarkan kesepakatan ulama salaf dari umat ini, kesepakatan imam-imam mereka dan seluruh Ahlus Sunnah bahkan ijma’ ulama menyatakan bahwa seluruh kaum muslimin ijma’ bahwa ruh itu adalah makhluk.”

Dalil bahwa ruh adalah makluk

Berkata murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala, kata beliau dalam kitab Ar-Ruh bahwa yang menjadi dalil bahwa ruh itu makhluk, ada beberapa poin. Beliau kemudian menyebut sekitar 12 dalil yang menunjukkan bahwa ruh itu makhluk. Diantaranya adalah Allah berfirman dalam surah Ar-Ra’d ayat yang ke-16, kata Allah:

اللَّـهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Allah itu pencipta segala sesuatu.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 16)

Segala sesuatu diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ruh adalah “sesuatu”, berarti dia juga diciptakan. Dengan demikian ruh adalah makhluk.

Lafadz ini umum, tidak ada pengkhususan sedikitpun dari aspek manapun. Akan tetapi tidak termasuk sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena sifat itu termasuk dalam penamaan dari namanya, kandungan dari nama. Salah satu nama Allah adalah Ar-Rahman karena Allah memiliki sifat Rahmah. Salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Qadir karena Al-Qadir mengandung sifat Qudrah. Al-‘Alim nama Allah karena mengandung sifat ilmu, dan seterusnya.

Sehingga sifat itu adalah terkandung di dalam dzat yang Allah ‘Azza wa Jalla dinamai dengan berbagai macam nama yang mengandung sifat-sifat kesempurnaan. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sesembahan yang disifati dengan kesempurnaan sifat dari berbagai macam aspek dan ini menunjukkan Dzat Allah dan sifat Allah adalah Khaliq (pencipta), adapun selain Allah adalah makhluk. Dan ruh adalah makhluk, karena dia selain Allah.

Adapun ayat yang menyatakan:

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ

Kemudian Allah sempurnakan penciptaanNya, lalu setelah itu Allah meniupkan kedalam manusia itu sebagian dari ruhNya.” (QS. As-Sajdah[32]: 9)

Termasuk juga Nabi ‘Isa, Allah tiupkan ruh Allah kepada Nabi ‘Isa. Hal ini sama, ruh seluruh manusia adalah dari ruh Allah yang ditiupkan sebagaimana ayat dalam surat As-Sajdah tadi.

Apakah “ruh Allah” di sini adalah ruh bagian dari diri Allah? Jawabnya bukan. Dalam bahasa Arab ini disebut dengan sebutan إِضَافَة  (majemuk), satu kata yang disandarkan kepada kata lain.

Idhafah ada dua makna, bisa muttasilah atau munfasilah. “Tangan Allah”, ini adalah idhafah muttasilah, karena tangan Allah bagian dari Dzat Allah. Adapun munfasilah, ini adalah kata yang disandarkan bukan bagian dari kata tempat bersandar. Contohnya adalah ‘Abdullah (hamba Allah). Ini adalah idhafah munfasilah (terpisah). Apakah hamba adalah bagian dari diri Allah? Tentu bukan, tapi hamba milik Allah.

Sama dengan baitullah (rumah Allah), khalqullah (ciptaan Allah). Apakah ciptaan Allah adalah bagian dari diri Allah baik Dzat ataupun sifat? Jawabnya bukan. Ini terpisah, artinya makhluk milik Allah. Hamba Allah, milik Allah, dikuasai oleh Allah, tapi bukan bagian dari diri Allah.

Begitu juga dengan “ruh Allah”, ini disebut dengan idhafah munfasilah, artinya terpisah dan tidak ada hubungan. “Ruh Allah” artinya ruh milik Allah, ciptaan Allah, tapi bukan bagian dari diri Allah baik Dzat Allah ataupun sifat Allah.

Oleh karena itu dalam diri manusia, termasuk Nabi ‘Isa, tidak memiliki hak uluhiyah (hak untuk disembah).

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Mengenal Ruh


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49018-mengenal-ruh/